Lanjut ke konten

Penyusunan dan Antisipasi APBD 2009

Agustus 26, 2008

Oleh: Prof. Dr.Abdul Halim, MBA(Guru Besar/Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Anggota Tim Asistensi MenKeu RI bidang Desentralisasi Fiskal)

Sesuai dengan peraturan perundangan tentang pengelolaan keuangan negara, termasuk keuangan daerah, maka pada periode bulan Mei hingga Agustus pemerintah daerah dan DPRD dijadwalkan menyusun pedoman penyusunan anggaran untuk tahun anggaran berikutnya. Termasuk dalam periode tersebut adalah dibuatnya nota kesepakatan antara pemerintah daerah dengan DPRD.

Selain itu, harus telah pula disepakati tentang prioritas dan plafon anggaran. Idealnya jadwal tersebut harus dipenuhi, dalam arti jangan sampai terlambat pengesahannya, dengan kesadaran yang tinggi dari para pihak, tanpa harus mendapat tekanan dari pemerintah pusat, seperti sampai menunda pendistribusian Dana Alokasi Umum karena terlambatnya penyusunan dan pengesahan APBD. Pengalaman APBD tahun 2008, ada banyak pemerintah daerah yang terlambat dalam penyusunan atau pengesahan APBDnya termasuk antara lain pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan alasan yang cukup beragam.

Penyusunan hal-hal di atas salah satunya akan menyangkut prediksi pendapatan yang diikuti dengan prediksi belanja yang akan dilakukan terkait dengan program dan kegiatan tugas-tugas pemerintah daerah dalam memberikan layanan kepada publik. Ada kecenderungan dalam manajemen perencanaan anggaran, para perencana terfokus pada sisi belanja atau expenditure. Padahal sisi pendapatan atau revenue tidak kalah pentingnya, apalagi di tingkat pemerintah kabupaten dan kota yang masih sangat tergantung pada pendapatan pemerintah pusat dalam bentuk dana perimbangan. Imbauan dari Campo dan Sundaran dari Asian Development Bank (ADB) bahwa the focus on public expenditure management should not lead to forgetting the essential link between revenue and expenditure sangat penting untuk selalu diingat. Rencana belanja akan menjadi hal yang berat untuk direalisasikan jika rencana pendapatan tidak dapat menutupi.

Harga Minyak Dunia dan Pendapatan Daerah
Sudah menjadi pengetahuan banyak orang bahwa saat ini masalah harga minyak dunia merupakan masalah semua pihak di dunia termasuk di Indonesia. Pemerintah Indonesia harus merevisi APBN 2008 lebih awal dari biasanya selama ini karena tekanan harga minyak dunia. Revisi tersebut dari sisi belanja khususnya menyangkut belanja subsidi BBM yang membengkak, walaupun diikuti revisi pada sisi pendapatan dari aspek meningkatnya penerimaan atas hasil penjualan dan pajak atas minyak dan gas bumi.

Peningkatan penerimaan tersebut berakibat meningkatnya penerimaan daerah dalam bentuk pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam. Peningkatan dimaksud akan dinikmati oleh daerah-daerah propinsi dan kabupaten/kota di propinsi yang bersangkutan yang kaya akan sumber daya alam minyak dan gas bumi. Mereka mendapat windfall revenue. Sebutlah seperti Propinsi Riau dan Kalimantan Timur. Tidak demikian halnya bagi daerah yang tidak mempunyai sumber daya alam minyak dan gas bumi. Mereka lebih banyak merasakan hal yang memberatkan dengan kondisi harga minyak dunia tersebut. Harapannya tinggal adanya kenaikan penerimaan dalam negeri neto yang pada gilirannya menaikkan Dana Alokasi Umum.

Yang menjadi pertanyaan sebagai persoalan banyak daerah saat ini adalah bagaimana mengantisipasi berbagai kondisi termasuk kondisi harga minyak dunia yang relatif sulit diprediksi dalam konteks penyusunan rencana anggaran untuk tahun 2009. Adalah suatu yang tidak mudah untuk menjawabnya, namun harus dilakukan guna penyusunan rencana anggaran yang sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh peraturan perundangan.

Data dan Informasi APBD 2009
Bagi para pihak penyusun rencana anggaran sangat memerlukan data dan informasi, termasuk data dan informasi pendapatan guna penyusunan anggaran (belanja) yang lebih realistis. Bagi pemerintah pusat, data dan informasi tentang APBD sangat diperlukan guna kelancaran manajemen keuangan pemerintah karena menyangkut penentuan belanja atau transfer ke daerah. Sebaliknya, pemerintah daerah sangat memerlukan data dan informasi tentang RAPBN guna penyusunan RAPBD mereka. Data dan informasi tersebut oleh daerah harus diolah dan dianalisis sehingga dapat dijadikan patokan bagi pemerintahan daerah dalam menyusun dan menetapkan anggaran.

Untuk penyusunan RAPBD 2009 daerah memerlukan data dan informasi tentang RAPBN. Sayangnya data dan informasi tentang RAPBN tahun berikutnya (2009), relatif baru akan diperoleh sekitar pertengahan bulan Agustus tahun berjalan (2008) saat Presiden mengantarkan Nota Keuangan kepada DPR. Data dan informasi yang fix tentu masih harus menunggu hasil pembahasan antara Pemerintah dengan DPR. Oleh sebab itu untuk antisipasi, informasi paling sederhana yang dapat diperoleh adalah data APBN-P 2008, kemudian memprediksi kemungkinan APBN 2009.

Data berkaitan dengan pendapatan daerah yang berasal dari pemerintah pusat atau APBN-P 2008 yang dikenal sebagai Dana transfer menunjukkan berturut-turut angka Dana Bagi Hasil (DBH) adalah Rp77,7 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp179,5 triliun, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp21,2 triliun. Berdasar data tersebut Pemerintah Daerah dapat mengantisipasi penyusunan APBD 2009 dengan ditambah “kemampuan” prediksi atas angka-angka DBH, DAU dan DAK yang akan dihasilkan Pemeintah dengan DPR. Dengan “membaca” kondisi dan data serta informasi yang sedang dan akan berlangsung maka prediksi dapat dilakukan paling tidak dengan intuisi. Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan kemungkinan kenaikan DBH berkisar 25%, DAU 12% dan DAK 0% (tidak mengalami kenaikan).

Data dan prediksi selanjutnya harus dianalisis pula dengan informasi perubahan dalam kebijakan penanganan Dana Transfer dari Pusat ke Daerah. Informasi tersebut antara lain adalah Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan. Kebijakan akan adanya sebagian “pendaerahan” atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sangat perlu diantisipasi oleh Daerah, khususnya bagi Daerah yang selama ini banyak berharap “limpahan” atas bagi hasil PBB. Kebijakan ini yang sempat menimbulkan pro dan kontra tampaknya akan direalisasikan pada tahun anggaran 2009, walaupun masih bersifat sebagian saja dari berbagai jenis PBB yang ada.

Yang juga harus diperhatikan adalah antisipasi atas kebijakan penentuan formula DAU. Berdasar UU Nomor 33 tahun 2004, alokasi DAU sudah harus menggunakan atau menerapkan “formula murni.” Dengan formula murni akan ada beberapa Daerah yang tidak akan menerima DAU disebabkan kemampuan fiskal mereka yang sudah dianggap memadai atau karena DBH mereka yang sudah cukup tinggi. Adanya Daerah yang tidak mendapat DAU maka porsi DAU akan teralokasi pada Daerah yang kemampuan fiskalnya rendah. Oleh sebab itu, ada kemungkinan Daerah seperti itu akan mengalami kenaikan DAU yang cukup signifikan. Kemungkinan kebijakan formula murni atas DAU tersebut sangat perlu dicermati dan diantisipasi mengingat tahun 2009 tahun pesta demokrasi 5 tahunan di negara ini.

Sekilas Tentang Belanja Daerah
Setelah memperhatikan segala kebijakan di atas yang lebih terfokus pada sisi “revenue,” hal yang tidak kalah pentingnya adalah sisi “expenditure” (belanja). Seperti dimaklumi, di Indonesia desentralisasi lebih cenderung ke aspek belanja. Kondisi ini di satu sisi ada kesan fleksibilitas atas pengelolaan belanja menjadi lebih besar, di sisi lain kesan fleksibilitas tersebut dapat membahayakan pengelolaan APBD khususnya di aspek perencanaan dalam arti disalahgunakan, sehingga memunculkan banyak aturan. Dapat dimaklumi bahwa setiap tahun muncul peraturan dari pemerintah tentang penyusunan APBD untuk tahun berikutnya. Untuk APBD tahun 2009 telah dikeluarkan kebijakan tersebut yang tercantum dalam Permendagri nomor 32 tahun 2008.

Banyak hal yang harus diantisipasi oleh Pemerintah Daerah dalam kaitan penganggaran belanja. Di samping harus selalu memperhatikan peraturan perundangan tentang pengelolaan keuangan negara dan daerah yang bersifat “general,” juga harus memperhatikan dan mengantisipasi peraturan yang lebih spesifik seperti Permendagri nomor 32 tahun 2008 tersebut. Peraturan yang bersifat spesifik tersebut seperti penganggaran belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan, dan lain-lain.

Dalam akresi daerah untuk beberapa jenis belanja tersebut sering menimbulkan polemik dan pedebatan, khususnya bila sudah menyangkut pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Sudah menjadi pertanyaan umum di daerah-daerah misalnya tentang bantuan untuk kesebelasan daerah. Adalah tidak mudah untuk menganggarkan belanja tersebut walau terkesan “hanya” belanja bantuan. Banyak konsekuensi yang dapat ditimbulkannya. Akhirnya sebagai penutup penyusunan APBD 2009, suka tidak suka sudah harus diantisipasi akresi atas “belanja politik” untuk pesta demokrasi yang juga tidak mudah bagi pemerintah daerah.

Sumber: Kedaulatan Rakyat, 21/08/2008

5 Komentar leave one →
  1. Desember 15, 2009 8:48 pm

    tolong kirimkan mengenai DAU yang lebih rinci.
    terima kasih

  2. Desember 15, 2009 8:49 pm

    kirimkan mengnai DAU lebih rinci..
    terima kasih

  3. Siska YD permalink
    Januari 12, 2010 7:02 am

    saya banyak me-load artikel Bpk, saya sekarang lagi nulis untuk penelitian ttg belanja modal, tapi kendala pada faktor2 yang yg diperhatikan dalam mengalokasi anggaran belanja modal. boleh saya minta tulisan Bpk mengenai alokasi belanja modal . terimakasih

  4. syukriy permalink*
    Januari 12, 2010 12:37 pm

    @Biqi Yusa Putra
    Insya Allah saya akan mencoba menulis tentang DAU di blog ini…

    @Siska YD
    Di halaman Penelitian di blog ini saya mencantumkan beberapa link artikel tentang belanja modal, yang bisa didonload melalui Rapidshare. Mohon diinformasikan jika ada link yang sudah bisa dipakai/mati.

    Untuk mempelajari lebih jauh tentang kebijakan aset daerah, yang sebagian besar diperoleh melalui realisasi belanja modal dalam APBD, seilahkan berkunjung ke blog berikut: http://asetdaerah.wordpress.com/.
    Terima kasih.

  5. Siska YD permalink
    Februari 10, 2010 10:52 pm

    Assalamu’alaikum Bapak, saya mohon bantuan Bapak, siapa saja pihak-pihak yang membutuhkan atau pemakai laporan keuangan pemda, apakah pemerintah yang lebih tinggi juga butuh laporan keuangan pemda pak? kalau benar tujuan bagi pemerintah yang lebih tinggi tersebut untuk apa? karena saya tidak menemukan teori mengenai hal ini. terimakasih banyak atas jawaban Bapak. Wassalam

Tinggalkan komentar