Lanjut ke konten

Dana Cadangan

Juli 24, 2009

Keterbatasan-keterbatasan dalam keuangan daerah pasca-otonomi daerah membuka ruang bagi pembuatan diskresi oleh Pemda terkait pembiayaan program yang membutuhkan dana relatif besar. Selain itu, faktor periode anggaran yang “terlalu singkat”, yakni satu tahun fiskal (1 Januari – 31 Desember) menimbulkan persoalan atas kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) daerah.

Implikasi dari kondisi tersebut adalah diberikannya kewenangan kepada Pemda untuk membentuk dana cadangan. Secara eksplisit, pasal 122 PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 63 Permendagri No. 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dapat membentuk Dana Cadangan.

Beberapa daerah telah menyusun peraturan daerah (Perda) berkaitan dengan pembentukan dana cadangan. Beberapa Perda tentang Pembentukan Dana Cadangan yang dapat diakses secara online adalah:

  1. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2006Tentang Pembentukan Dana Cadangan Untuk Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 2007 (download).
  2. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Dana Cadangan (download).
  3. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Dana Cadangan (download).

Tujuan Pembentukan Dana Cadangan

Dana Cadangan dibentuk untuk mendanai program/kegiatan yang direncanakan dan memerlukan anggaran yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. Artinya, pembentukan dana cadangan dikarenakan alasan “ketidakcukupan” (besaran) anggaran semata, bukan substansi program/kegiatan.

Nama program/kegiatan yang akan didanai tidak berbeda dengan yang didanai dari dana yang tidak dinyatakan secara spesifik seperti halnya dana cadangan. Secara teknis, daftar nama program/kegiatan “diatur” dalam Lampiran A.VII Permendagri No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Namun, Permendagri No.59/2007, yakni revisi “formal” secara parsial atas Permendagri No.13/2006, menyatakan bahwa Pemda dapat menambah rekening (kode dan nama, termasuk program/kegiatan), sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.

Oleh karena itu, dana cadangan boleh saja digunakan untuk membiayai program/kegiatan yang tidak tercantum dalam Lampiran A.VII tersebut. Karakteristik dan persyaratan sebuah program/kegiatan yang akan didanai dari dana cadangan terlebih dahulu harus diatur dalam Perda tentang Pembentukan Dana Cadangan, sehingga tidak terjadi persoalan antar-generasi apabila nanti terjadi pergantian kepala daerah dan anggota DPRD.

Sumber Pendanaan Dana Cadangan

Pembentukan Dana Cadangan Daerah bersumber dari kontribusi tahunan penerimaan APBD, kecuali dari Dana Alokasi Khusus, Pinjaman Daerah dan Dana Darurat yang berasal dari Pemerintah. Dengan demikian, pemenuhannya bersumber dari Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak.

Sumber pendanaan ini sama dengan sumber pendanaan untuk belanja operasional (recurrent expenditures) sehingga menimbulkan terjadinya persaingan yang lebih ketat dalam mengalokasikan sumberdaya yang terbatas. Pemda belum diberikan kewenangan untuk menggunakan “kebijakan fiskal” seperti kebijakan pajak dan retribusi untuk mendanai program/kegiatan tertentu seperti halnya di negara2 maju. Secara faktual, kebijakan pajak bumi dan bangunan (PBB) masih ditangani oleh Pusat, meskipun sesungguhnya sangat potensial bagi pembangunan daerah.

Harus pula dipahami bahwa dana cadangan tidak boleh dibentuk dari pinjaman daerah. Hal ini tersirat dari pengertian dan tujuan ditariknya pinjaman daerah, yakni untuk mendanai program dan kegiatan berupa investasi yang menghasilkan aliran kas masuk (cash inflow) dan digunakan nantinya untuk pelayanan publik. Aliran kas masuk ini nantinya digunakan untuk mendanai pembayaran pokok pinjaman dan bunga dari pinjaman yang bersangkutan.

Pengelolaan Dana Cadangan

Dana cadangan haruslah dikelola dengan baik, sehingga selama masa “penumpukkan” sampai saat dinilai cukup untuk digunakan dapat lebih produktif. Dalam hal ini, kebijakan harus diarahkan pada upaya memberdayakan “idle money” dalam bentuk dana cadangan.

Batasan tegas untuk pengelolaan dana cadangan ini adalah bahwa dana tersebut tidak boleh digunakan untuk tujuan selain yang telah ditetapkan dalam Perda tentang Pembentukan Dana Cadangan. Pengertian dari kata “digunakan” adalah dijadikan sebagai input (masukan) untuk aktifitas di SKPD/SKPKD Pemda.

Jika dana cadangan belum digunakan maka dapat “diberdayakan” untuk memperoleh hasil (return) berupa bunga atau dividen. Misalnya, diinvestasikan dalam bentuk deposito, SBI, atau SUN. Namun, hasil yang diperoleh haruslah dimasukkan ke dalam rekening dana cadangan sebagai penambah dana cadangan tersebut.

Pelaksanaan Program dan Kegiatan yang Dibiayai dengan Dana Cadangan

Program/kegiatan yang didanai dari dana cadangan pada prinsipnya diperlakukan sama dengan program/kegiatan lainnya. Proses perencanaannya dimulai dengan mencantumkan nama program/kegiatan dalam rencana kerja (Renja) dan RKA SKPD, lalu dicantumkan dalam PPAS dan RAPBD, dan akhirnya ditetapkan dalam Perda APBD.

Setelah Perda APBD ditetapkan, maka SKPD membuat DPA dan Anggaran Kas SKPD yang memuat rencana pelaksanaan dan pencairan dana untuk program/kegiatan yang nantinya akan didanai dari APBD. Namun, SKPD tidak perlu mencantum sumber pendanaannya dari dana cadangan.

One Comment leave one →
  1. PTC permalink
    Juli 29, 2009 2:22 pm

    Klik..daftar..dapat uang setiap hari minimal Rp300,00…Join us…

Tinggalkan komentar